Minggu, 26 Juli 2020
Kejadian 21 : 8 – 21
Menyandang predikat sebagai penderita corona bukan perkara yang mudah. Butuh perjuangan dan ketegaran hati dalam menghadapi stigma dalam masyarakat. Perlakuan diskrimatif pun kerap dialami oleh orang yang terinfeksi virus tersebut. Ibu Henny tak menyangka anaknya yang masih berusia 4 tahun tertular virus corona dari pengasuhnya. Dan hal tersebut sangat menyakitkan hatinya, apalagi warga disekitarnya mengasingkan dan tidak menerima mereka. Tantangan terberat yang ia hadapi adalah ketika anaknya di bawah untuk diisolasikan, sedangkan Ibu Henny dilarang warga keluar rumah dan tidak boleh menemui siapapun. Ia hanya bisa menangis dan berdoa untuk keselamatan anaknya. Perlakuan diskriminasi dalam cerita ini juga ada dalam bacaan kita, ketika hamba perempuan Sara, yaitu Hagar bersama anaknya Ismael, diusir keluar dari keluarga Abraham. Hagar menangis, dan sudah tidak berdaya, tetapi apa dayanya, dia harus keluar dan melangkah tanpa tau harus kemana. Hagar hampir-hampir putus asa mengharapkan pertolongan, tidak ada yang bisa diandalkan selain kematian anak itu. Dalam kesusahan ini, malaikat Allah menjumpai Hagar dan meyakinkan dia, bahwa Tuhan Allah dengan penuh rahmat mendengar keluhan, rintihan, dan teriakan anak itu. Tuhan mendengar suara anak itu, sekalipun ia berada di padang gurun. Oleh sebab itu, bangunlah, angkatlah anak itu (ay. 18). Pelajaran berharga bagi tiap keluarga Kristen bahwa semua anak adalah anugerah Tuhan. Jadi seharusnya papa, mama dan semua orang dewasa dalam rumah dan di lingkungan memperlakukan anak-anak dengan penuh cinta dan kepedulian sebagai wujud menghargai anugerah Tuhan tersebut. Jangan pernah mengabaikan kepedulian kita kepada anak-anak sebab di sorga ada Bapa mereka yang selalu memandang mereka.
Doa: Tuhan, taruhlah Roh perlindungan-Mu di dalam hati kami sebagai orangtua, agar kami dapat melindungi anak-anak kami. Amin
Sumber : Sinode GPM – SHK Bulan Juli 2020