LEMAH LEMBUT BUKAN BERARTI LEMAH

Senin, 16 November 2020

Amsal 25 : 15

Menyampaikan pendapat tanpa memperhatikan nada bicara seringkali dapat menimbulkan konflik dalam sebuah persekutuan. Karena itu sering kita dengar orang berkata: “Sebetulnya maksudnya baik, tapi cara penyampaiannya yang membuat orang lain tidak terima dan tersinggung.” Ya, terkadang dalam pertemuan-pertemuan terjadi adu mulut bahkan bisa sampai pada adu jotos hanya karena kata-kata yang dikeluarkan seseorang tidak dapat diterima oleh yang lain. Bacaan kita hari ini, Amsal 25:15 berkata: “Dengan kesabaran seorang penguasa dapat diyakinkan dan lidah lembut mematahkan tulang”. Bacaan ini mengajak kita agar dapat berkata-kata dengan bijaksana, lemah lembut penuh kerendahan hati. Jika kita menyampaikan sesuatu dengan katakata lembut, maka apa yang kita sampaikan itu akan terdengar “manis” di telinga mereka yang mendengar dan dapat dimengerti. Bahkan jika yang disampaikan itu adalah sebuah terguran sekalipun, itupun akan tetap terdengar indah oleh yang ditegur dan dapat diterima dengan baik. Karena di dalam kata-kata lembut itu pasti ada hikmat, di dalam kata-kata yang lembut itu pasti ada kuasa Roh Kudus yang berkarya. Dengan berkata lembut bukan berarti seseorang kehilangan ketegasan, bukan juga berarti bahwa orang itu lemah dan dapat dikendalikan. Sebaliknya orang yang lemah lembut dalam bertutur adalah orang yang memiliki kekuatan untuk meyakinkan sekaligus mengendalikan orang lain sehingga pendapatnya dapat diterima dan konflik bisa dihindari. Saudaraku, mari kita hadirkan kehidupan yang penuh dengan kelemahlembutan lewat cara kita bertindak maupun bertutur. Mulailah dari dalam keluarga kita, lalu kita teruskan ke luar di tengah masyarakat dan jemaat kita. Roh Kudus akan menolong kita untuk melakukannya.

Doa: Tuhan, tolong kami untuk mengendalikan lidah, agar dapat berkata-kata dengan lemah lembut, Amin.

Sumber : Sinode GPM – SHK Bulan November 2020