Sabtu, 18 Juli 2020
Yehezkiel 47 : 1 – 12
Dalam tradisi manusia, laut, sungai, kali, danau, sumur dan mata air, memiliki nama atau diberi nama. Kita pun menjumpai bahwa aliran air sering berfungsi sebagai pembatas alami hak atas tanah warisan dan selalu diberi nama yang berhubungan dengan yang sejarah dari yang berhak atasnya. Nama-nama air itu sesungguhnya bukan hanya sekedar petunjuk tetapi juga bernilai sakral untuk menjaga agar manusia tidak bertindak semena-mena dan juga mengingatkan manusia bahwa segala makhluk hidup di dunia ini bergantung pada air untuk menyambung hidup. Dibeberapa tempat yang kesulitan air tanah,masyarakatnya bahkan membuat bak penampung air hujan yang bisa dimanfaatkan untuk menjawab kebutuhan air, dan hidup mereka baik-baik saja. Tentu saja di mana ada air, di situ pasti ada kehidupan. Tuhan Allah telah menyediakan semua itu dengan adil agar makhluk hidup bisa menikmatinya juga dengan adil, sebagaimana ditunjukkan-Nya kepada Yehezkiel dalam suatu penglihatan. Menariknya bahwa Yehezkiel melihat sumber air itu keluar dan mengalir dari ambang pintu Bait Suci, yang mengalir kearah Timur, makin lama makin dalam. Kemana saja air itu mengalir, segala makhluk hidup yang berkeriapan disana akan hidup, baik ikan-ikan juga tumbuh-tumbuhan. Sesungguhnya aliran air itu melambangkan aliran kehidupan yang bersumber dari Allah. Tugas Yehezkiel adalah mengingatkan umat agar mereka selalu memandang kepada Allah sang “sumber hidup”, yang terus mengalirkan kehidupan bagi segala makhluk ciptaan-Nya. Sejalan dengan itu tugas manusia teristimewa orang percaya, adalah memuliakan Tuhan Allah dengan merawat dan memelihara semua ciptaan-Nya dengan baik dan benar, sebagai ungkapan syukur atas pemeliharaan-Nya. Dengan demikian aliran air kehidupan itu akan terus mengalir dalam keluarga kita.
Doa: Tuhan, tuntunlah kami agar mampu hidup dengan baik, benar dan adil, terhadap sesama ciptaan yang lain. Amin
Sumber : Sinode GPM – SHK Bulan Juli 2020