Senin, 09 November 2020
Kolose 1 : 9 – 12
Ada orang yang menganggap hidup ini sulit, jangan lagi dibuat menjadi lebih sulit. Namun ada juga yang beranggapan bahwa hidup ini sebenarnya sederhana, nikmati hidup ini apa adanya dan jangan merasa susah. Benar tidaknya pandangan ini, tergantung bagaimana orang memahaminya. Jika orang memahami hidup ini sebagai beban, maka ia akan terus terbeban
dengan banyak masalah. Jika orang memahami hidup ini seperti air yang mengalir, maka ia akan menjadi orang yang penurut dan bukan tipe pembangkang. Jika orang memahami hidup ini sebagai berkat dari Allah, maka semua hal yang ia jalani, adalah ungkapan syukur karena berkat dari Tuhan. Tanpa sadar sebenarnya kita sementara berusah menjadi “layak” di tengah lingkungan tempat kita hidup. Kita ingin dikasihi, dihargai, dihormati, kaya, bahkan berkuasa dan tentunya bahagia. Memang demikian adanya tujuan hidup ini meski kita tahu bahwa segala yang dimiliki di dunia tidak akan kekal. Oleh sebab itu seluruh standar kehidupan itu tak akan ada artinya bila hidup kita tidak layak di hadapan Tuhan dan tidak berkenan kepada-Nya. Rasul Paulus menekankan bahwa untuk memelihara hidup yang layak di hadapan Tuhan maka ada tiga cara yang dapat dilakukan yakni pertama, berdoa meminta hikmat dan pengertian yang benar dari Tuhan; kedua, mampu menanggung segala sesuatu dengan tekun dan sabar, dan ketiga, tahu mengucap syukur. Hikmat dan pengertian akan menuntun kita untuk bertindak, sehingga jika ada persoalan maka kita akan mampu menghadapinya dengan tekun dan sabar. Dengan begitu maka hidup ini menjadi hidup yang selalu penuh dengan ucapan syukur. Jadi apakah kita harus memilih susah atau senang dalam menjalani hidup ini? Bukan kedua-duanya, melainkan hidup yang layak di hadapan Tuhan.
Doa: Ya Tuhan, berilah Roh hikmat dan pengertian yang benar, agar kami mampu menghadapi berbagai tantangan hidup ini dengan tekun dan sabar, Amin.
Sumber : Sinode GPM – SHK Bulan November 2020