Jumat, 17 Juli 2020
1 Tawarikh 11 : 15 – 19
Mayor Charles Whittlesey, memimpin batalionnya yang terjebak di hutan Argonne, Prancis, dari kepungan tentara Jerman. Kisah itu diangkat dalam film berjudul The Lost Battalion, yang menggambarkan dengan heroik, keberanian para prajurit Amerika yang harus bertahan, baik terhadap serangan tentara Jerman yang bertubi-tubi, maupun dari tembakan bantuan artileri teman sendiri yang salah sasaran. Di tengah kondisi yang sulit itu, mereka kehabisan persediaan air. Beberapa prajurit yang mencoba mengambil air di sungai telah ditembak mati oleh sniper musuh. Charles tak ingin mengorbankan prajuritnya lagi, namun seorang prajurit menawarkan diri dan dengan berani berlari cepat sambil menghindar sekaligus memancing keluar musuh untuk dibidik sniper Amerika. Ada sedikit kesamaan antara apa yang dilakukan sang prajurit dengan apa yang juga dilakukan oleh tiga orang prajurit Daud, yakni sama-sama mengambil air di wilayah musuh meski nyawa jadi taruhannya. Bedanya, Charles sebagai pemimpin tak rela prajuritnya menjadi korban meski demi kebutuhan semua prajurit di dalam pasukannya; sedangkan Daud sebaliknya berkeinginan menikmati air yang ada di wilayah musuh. Artinya ada perbedaan antara berkorban demi kebutuhan banyak orang, dengan berkorban demi keinginan pribadi semata. Untungnya Daud menyadari hal itu sehingga ia tidak jadi meminum air itu, sebaliknya mempersembahkannya kepada Tuhan sebagai tanda bahwa ia menghargai kehidupan para prajuritnya. Dalam kehidupan sehari-hari, air begitu penting bagi kita, namun dalam keadaan yang sulit, air bisa menjadi penyebab hingga kita tak mampu membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Gunakanlah air sesuai kebutuhan demi kehidupan kita, dan ingatlah bahwa hanya Yesus Kristus satu-satunya yang telah berkorban demi Air Hidup yang kita nikmati selamanya.
Doa : Ya Yesus, siramilah kami dengan “air hidup-Mu” agar kami lebih menghargai cinta kasih kepada sesama ciptaan-Mu, Amin.
Sumber : Sinode GPM – SHK Bulan Juli 2020