DOKTER “SERIBU RUPIAH”

Selasa, 24 November 2020

Mazmur 37 : 21 – 26

Saya tertarik dengan sebuah artikel tentang kemurahan hati seorang dokter dengan sebutan “dokter seribu rupiah”. Artikel ini mengkisahkan bahwa Klinik dokter F.X. Soedanto terletak di Jayapura. Sudah 33 tahun ia mengabdi di sana. Masyarakat mengenalnya sebagai “Dokter Seribu Rupiah” sebab ia hanya mengenakan biaya Rp1.000,- bagi tiap pasien yang berobat. Dr. Soedanto bahkan rela tidak dibayar jika pasien benar-benar tak mampu. Semua ini ia lakukan untuk menolong orang miskin. Pertanyaannya, apakah dokter lima anak ini bisa hidup nyaman dengan penghasilan sekecil itu? Untuk hidup mewah memang tidak bisa. Ia hidup bersahaja. Kendaraannya hanya sebuah mobil tua. Namun, kepada seorang wartawan ia berkata, “Semuanya cukup bagi kami.” Yah, kepuasan hidup tidak ditentukan dari banyak sedikitnya harta. Dalam Mazmur 37, pemazmur membandingkan antara hidup orang fasik dan orang benar. Orang fasik bisa saja punya harta berlimpah yang diperoleh dengan cara menipu, menindas orang miskin, dan mengalahkan orang jujur. Namun, semua harta itu tak akan mampu membahagiakan hidupnya. Tanpa penyertaan Tuhan, semua yang ia kumpulkan bisa habis dalam sekejap. Sebaliknya, orang benar itu disertai Tuhan. Harta bendanya mungkin sedikit, tetapi berkat dan pertolongan Tuhan menjaga tiap langkahnya. Dengan demikian, ia bisa mengalami kecukupan. Kenyang pada hari-hari kelaparan, bahkan masih bisa berbagi dengan sesama. Belajarlah untuk hidup dalam kemurahan hati walau mungkin tidak sesuai dengan maunya dunia ini. Ingatlah hidup orang benar itu selalu identik dengan kemurahan hati. Berbahagialah orang yang murah hatinya karena mereka akan beroleh kemurahan Allah.

Doa: Tuhan, bentuklah hati kami supaya selalu dipenuhi kemurahan. Amin.

Sumber : Sinode GPM – SHK Bulan November 2020