Selasa, 17 November 2020
Amsal 29 : 11
Kualitas perkataan yang keluar dari mulut seseorang tidak dinilai dari banyaknya kata-kata yang diucapkannya. Juga tidak dinilai dari seberapa pintar ia merangkai kata-kata itu, tetapi dari bagaimana perkataan yang diucapkannya itu dapat mendatangkan perubahan bagi mereka yang mendengarkan. Tentu saja perubahan yang menuju ke arah yang lebih baik. Kita tentu pernah bertemu dengan orang yang suka melampiaskan kemarahannya dengan mengeluarkan kata-kata cacian, makian dan umpatan. Kata-kata itu diungkapkan dengan nada kasar, keras bahkan teriakan. Apakah dengan tindakan seperti itu, masalah yang dihadapinya dapat teratasi? Saya pikir, tidak, malah akan menimbulkan masalah baru. Pengamsal menyebut orang-orang seperti itu sebagai orang bebal. Kita juga pernah bertemu dengan orang yang dengan lemah lembut berusaha menenangkan mereka yang sedang melampiaskan kemarahannya itu dengan katakatanya yang menyejukkan, sehingga redalah amarah itu. Pengamsal menyebut orang seperti ini dengan orang bijak. Sekarang saudaraku, mau seperti apakah kita? Orang Bijak atau Orang Bebal? Tentu kita memilih menjadi seperti orang bijak. Untuk menjadi bijak, kita tidak memerlukan banyak kata-kata, kita juga tidak perlu merangkai kata-kata agar menjadi kalimat-kalimat indah bak puisi.. “Sedikit bicara tetapi berguna lebih baik daripada banyak bicara tapi meresahkan. Saudaraku, marilah kita menjadi orang-orang bijak yang dapat memberkati orang lain dengan katakata kita yang menyejukan. Kita memulainya dari rumah kita sendiri, barulah kita kemudian kita teruskan ke luar, sehingga semakin banyak orang terberkati dengan kata-kata kita.
Doa: Tuhan, tuntunlah kami dengan Roh Kudus-Mu untuk menjadi orang bijak, dengan kata-kata yang menyejukkan, Amin.
Sumber : Sinode GPM – SHK Bulan November 2020