Kamis, 06 Agustus 2020
Nehemia 13 : 23 – 31
Seorang narapidana yang dipenjarakan karena perbuatannya, mengaku bertobat dan tidak lagi mengulangi perbuatannya. Namun ketika bebas dari tahanan, ia kembali melakukan kejahatan yang sama dan mengantarnya kembali ke penjara. Dengan kata lain, orang tersebut tidak jera dan cenderung mengulangi lagi perbuatannya. Kita pun tahu bahwa meskipun sudah ada lembaga khusus yang bertindak menangani perbuatan korupsi, namun tetaplah tak mampu membuat jera para koruptor. Pertanyaannya adalah: Mengapa hal itu terjadi? Sulit untuk menjawabnya, karena ada banyak motivasi dibalik pelanggaran dan perbuatan jahat seseorang. Jika kita menengok kisah bangsa Israel dalam Alkitab, selalu diwarnai dengan pelanggaran yang berkali-kali dilakukan. Pelanggaran bukan hanya terhadap hukum Taurat, tapi lebih dari itu yakni terhadap kekudusan di hadapan Allah. Seakan tidak pernah jera, meskipun telah “dihukum” berkali-kali oleh Tuhan, dengan menjadi tawanan bangsa Babel maupun Persia. Tetapi justru ketika kembali dibebaskan, atau sekembalinya mereka ke Yerusalem, citra sebagai umat pilihan Allah menjadi tercoreng oleh pelanggaran umat sendiri. Nehemia yang melihat hal itu kemudian bertindak dengan keras untuk mengembalikan citra umat di hadapan Allah dan juga di hadapan bangsa lain. Kekudusan Allah di hadapan manusia hanya bisa terjaga bila umat-Nya mampu menunjukkan ketaatan yang sungguh-sungguh. Kekudusan-Nya tak cukup hanya dengan kata-kata pengakuan pertobatan, melainkan harus betul-betul nyata dalam pikiran, perasaan, sikap, dan tingkah laku. Dengan kata lain, tutur kata harus sejalan dengan tingkah laku, karena tak ada yang tersembunyi di mata Allah. Mari menjaga hidup untuk tidak melakukan pelanggaran, baik terhadap hukum, norma, etika, adat istiadat, dan yang paling penting terhadap kehendak Tuhan.
Doa: Bapa Sorgawi, tuntunlah kami agar mampu menjaga kekudusan hidup dihadapan-Mu, Amin
Sumber : Sinode GPM – SHK Bulan Agustus 2020