Senin, 20 Juli 2020
Amsal 25 : 20 – 21
Dia itu kan dulu gila, kok bisa kawin ya?” Demikian ucapan sinis orang sekampung ketika menyaksikan Jun kawin dengan lelaki yang mencintainya. Memang, untuk waktu yang lama, Jun terpuruk hidupnya sebagai seorang perempuan muda. Jiwanya terganggu, pikirannya tidak tenang, bicara sangat tidak terarah, tidak ada lagi harapan untuk masa depannya. Orang tua Jun sangat sadar bahwa Jun sangat membutuhkan kasih sayang mereka, karena itu mereka tidak menitipkan Jun pada RS Jiwa. Setiap hari mereka mendampingi Jun, menyanyikan nyanyian untuk menghibur hatinya, mengucapkan kata-kata yang membangkitkan semangat hidupnya, dan terus berdoa memohon kesembuhan dari Allah. Mereka sadar bahwa ada orang yang tidak menyukai mereka, tetapi mereka tetap mengasihi, mereka terus menyapa, dan membangun relasi yang bersahabat. Kesembuhan Jun adalah wujud hidup dengan saling ketergantungan diantara sesama. Orangtua Jun menyayangi Jun, suaminya menerima dia apa adanya, orang-orang disekitarnya menghargai ketulusan hati keluarga Jun yang terus bersahabat dan mengasihi mereka. Jun dan suaminya kemudian hidup bahagia karena saling tergantung dan saling menopang satu dengan yang lain. Itulah yang dikatakan dalam kitab Amsal 25:20-21, yang mengingatkan kita supaya tidak membalas jahat dengan jahat tetapi balaslah jahat dengan kebaikan. Ketika semua orang sadar dan berniat melakukan kebaikan satu terhadap yang lain, tanpa mengingat berbagai kelemahan masing-masing, mereka sudah menciptakan keseimbangan hidup yang saling tergantung. Kehidupan seperti itu sangat dibutuhkan sekarang ini, di “era normal baru” setelah pandemic covid-19 mengancam kehidupan kita. Disini, dibutuhkan saling ketergantungan untuk membangun keseimbangan hidup .
Doa : Tuhan, ajarlah kami untuk saling menghargai satu dengan yang lain, Amin.
Sumber : Sinode GPM – SHK Bulan Juli 2020